Secara konkret Seminari Tinggi ini bercita-cita menyum- bangkan bagi keuskupan-keuskupan imam-imam sebagai pelayan pastoral kontekstual yang berpribadi bebas, yang hidup imannya mendalam, berpikir matang, bersikap dialogis dan kooperatif serta memihak mereka yang miskin.
Untuk mencapai cita-cita tersebut, lewat program pembinaan di Seminari ini dikembangkanlah hidup ilahi yang telah diperoleh dalam pembaptisan dan semua yang diandaikan dan diangkatnya, yakni kemampuan-kemampuan manusiawi yang mencakup pikiran (intelektual), kehendak (moral), serta rasa, baik dalam dimensi individual maupun sosial. Pengembangan ini dilakukan dengan menanamkan kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai kristiani, baik lewat pembinaan yang mencakup bidang rohani, kepribadian, intelektualitas, komunitas, dan pastoral, maupun lewat acara-acara harian, peraturan-peraturan, dan fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh Seminari.
Demi mencapai tujuan itu, Seminari berupaya mewujudkan diri secara nyata sebagai Gereja dengan mulai melaksanakan kelima tugas Gereja. Sebagai sebuah komunitas kegerejaan, kekhasan Seminari terletak pada tujuannya yang khusus, yakni mendidik para calon imam menjadi imam, yaitu pelayan pastoral Gereja. Komunitas kegerejaan dilaksanakan dengan mengandal- kan diri pada kebebasan dan tanggungjawab pribadi masing- masing calon imam, karena pada akhirnya setiap calon imam harus menjawab pertanyaan Tuhan: "Tetapi katamu, siapakah Aku ini?" (Mat 16:15).
Selain itu, kehidupan komunitas Seminari juga dibangun atas dasar cinta-kasih antar sesama calon imam. Hal ini karena ketika memanggil dan membina para rasul dan murid-Nya, Kristus tidak memanggil dan membina mereka secara perorangan, tetapi dalam persekutuan. Dengan semangat cinta-kasih ini para calon imam bersama-sama menanggapi panggilan imamat. Cinta-kasih perlu diwujudkan dalam relasi personal dan komunal yang jujur, saling menghormati, saling mendukung dan mengoreksi, agar setiap calon imam dapat memberi jawaban otentik atas panggilan Kristus, mengembangkan kharismanya masing-masing, dan agar keberagaman etnis dan budaya menyemarakkan kehidupan Seminari.
Akhirnya, cita-cita imamat yang hendak digapai lewat pembinaan di Seminari ditempuh dengan meneladan Paus Giovanni XXIII yang berwatak gembira dan amat menekankan dimensi pastoral. (PPCI, 2009,hal.10-11)
0 Komentar:
Posting Komentar