Dengan moto "Pancarkan Cahaya Pelitamu", Misa yang berlangsung mulai pukul 10.00 WIB, berlangsung khidmat. Selama kegiatan berlangsung, tim dokumentasi, misdinar, dan kor dari Seminari Tinggi Interdiosesan San Giovanni XXIII, Malang, turut mendukung kelancarannya.
Makna Ibadat Sabda dan Ibadat Ekaristi
Dalam homilinya, Mgr. Henricus menyampaikan pentingnya makna Perayaan Ekaristi yang terdiri atas dua bagian utama, yaitu Ibadat Sabda dan Ibadat Ekaristi. Menurut Konsili Vatikan II, kedua bagian ini memiliki nilai yang sama dalam memberikan santapan rohani kepada umat.
Bagian pertama, yakni Ibadat Sabda, mendapat perhatian khusus dalam bacaan Injil hari ini. Dalam penjelasannya, Uskup Malang mengungkapkan bahwa Sabda Tuhan sangatlah penting bagi umat Yahudi. Hal itu tercermin dalam kebiasaan mereka membaca Kitab Taurat secara meriah setiap tahunnya, seperti dikisahkan melalui bacaan pertama.
"Kitab Taurat seperti matahari yang menyinari hidup manusia, menjadi cahaya dan penuntun langkah menuju jalan yang benar," ujar Mgr. Henricus. Dalam kitab Mazmur, firman Tuhan dipuji sebagai sesuatu yang manis seperti madu, menyegarkan jiwa, dan memberikan pengertian pada orang bersahaja.
Pada kesempatan berikutnya, Mgr. Henricus juga mengulas tradisi ibadat pada zaman Nabi Nehemia dan Nabi Ezra, yang menjadi cikal bakal susunan Ibadat Sabda dalam Perayaan Ekaristi saat ini. Dalam tradisi tersebut, Kitab Taurat dan Kitab Nabi dibacakan, dan perhatian umat tertuju pada pribadi yang membacakan firman. Sesuai adat yang berlaku di zaman itu, barangsiapa mampu memberi penjelasan atas isi kitab yang dibacakan, diberi kesempatan untuk berkotbah.
Uskup Malang menekankan pentingnya mendengarkan firman Tuhan yang dapat mencerahkan hati, menghangatkan jiwa, dan memberikan petunjuk dalam hidup. "Dalam Ibadat Sabda, kita bertemu dengan Tuhan yang berbicara secara pribadi kepada kita."
Refleksi untuk Para Calon Imam
Pesan khusus disampaikan Mgr. Henricus di akhir homilinya. Kepada 28 calon imam yang akan menerima jubah, Uskup menjelaskan visi dan misi yang dijadikan landasan hidup oleh Tuhan Yesus selama hidupnya; seperti tertuang dalam Injil Lukas, dengan mengutip Nabi Yesaya: "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang."
Menurut Mgr. Henricus, para calon imam pun harus memiliki visi serta
motivasi yang benar dalam panggilan imamatnya. "Menjadi imam bukanlah
jalan menuju kekayaan atau kekuasaan. Jika itu tujuanmu, maka tempat ini
bukanlah tempat yang tepat," tegasnya.
Uskup Malang mewanti-wanti bahwa tujuan menjadi imam adalah untuk melayani, bukan dilayani. “Semoga kalian memiliki cita-cita dan motivasi yang murni. Tuhan memberkati perjalanan kalian,” pungkas Mgr. Henricus.
Pemberkatan dan Pengenaan Jubah
Usai homili, Misa dilanjutkan dengan ritus pemberkatan jubah yang diawali dengan doa pemberkatan yang dipimpin oleh Uskup Malang. Berikut kutipan rumusan doa pemberkatan jubah:
"Demi Kasih Karunia-Mu ya Bapa, berkenanlah menganugerahkan berkat dan rahmat-Mu atas jubah-jubah ini Dalam Nama Bapa (†), dan Putra (†), dan Roh Kudus (†). Semoga mereka yang menerima dan mengenakannya, Engkau bantu untuk memperindahnya dengan perilaku yang kudus, tutur kata yang baik, dan hati serta pikiran mereka yang penuh hikmat. Melalui jubah-jubah ini, semoga para malaikat-Mu yang kudus membimbing dan melindungi para calon imam-Mu, dalam menanggapi panggilan-Mu, sehingga mereka pantas menjadi utusan-Mu, yang melayani-Mu, dan mewartakan belas kasih-Mu dengan segenap jiwa dan raga mereka. Demi Yesus Kristus, Tuhan dan Pengantara kami, yang hidup dan berkuasa, kini dan sepanjang masa. Amin."
Setelah doa berakhir, jubah-jubah yang telah disiapkan di atas meja altar diperciki air suci oleh Mgr. Henricus sebagai simbol penyucian dan perlindungan Ilahi.
Kemudian ke-28 seminaris dipanggil satu per satu ke depan altar untuk menerima jubah secara langsung dari Uskup Malang. Setelah itu, para frater diarahkan ke ruang ganti yang tersedia. Beberapa frater yang ditugaskan berjaga di dekat ruang ganti membantu para seminaris, agar prosesi pengenaan jubah berlangsung cepat dan tertib.
Usai mengenakan jubah, para frater berbaris rapi dan keluar melalui pintu utama. Paduan suara mengiringi langkah-langkah mereka menuju altar. Masing-masing frater membawa lilin di tangannya sebagai simbol terang Kristus. Lilin-lilin tersebut lalu diletakkan di dekat patung Bunda Maria. Pada saat bersamaan, seluruh umat dan paduan suara mengumandangkan lagu "Nderek Dewi Maria" dengan khidmat, menjadikan suasana penuh haru dan syukur.
Pantun Sarat Harapan dan Doa
Dalam sambutannya, Fr. Willy Pramudya mengungkapkan rasa syukurnya kepada Tuhan atas berkat dan rahmat berlimpah yang menjadikan seluruh rangkaian acara berjalan lancar. "Hari ini adalah hari yang menggembirakan bagi kami," ujarnya. Ia menegaskan bahwa jubah yang diterima merupakan simbol penyerahan diri kepada Tuhan di keuskupan masing-masing, sekaligus tanda kesetiaan agar bertekun dan taat dalam perjalanan imamat yang ditempuh.
Tak lupa, Fr. Willy menyampaikan ucapan terima kasih kepada para orang tua, donatur, serta semua pihak yang berkontribusi mendukung perjalanan para frater hingga sampai pada momen istimewa hari ini.
Ia juga memohon dukungan dan doa dari semua umat agar para frater setia dalam panggilan hingga akhir. Di penghujung sambutannya, Fr. Willy menyisipkan pantun yang mengundang yang sarat harapan dan doa:
Pak Oto menjual gabah,
Tak lupa membeli palu.
Sekarang ini kami pakai jubah,
Mohon dukungan dan doanya selalu.
Pergi ke hutan ketemu beruang,
Pergi ke kota ketemu Dilan.
Mari, Frater, kita berjuang,
Meniti jalan dalam panggilan.
Ibu Ida membeli selasih,
Pak Deo membeli Ducati.
Kami ucapkan terima kasih,
Semoga Tuhan memberkati.
Asal Kalimantan dan Malang
Sambutan penuh sukacita disampaikan Romo Luis atas kasih dan kebaikan Allah, yang telah memperkenankan para frater menerima jubah sebagai simbol perjuangan dalam merawat panggilan Tuhan.
Lebih lanjut Romo Luis menjelaskan, dari 28 peserta angkatan 38 yang dibina, terdapat 24 frater yang berasal dari Kalimantan, dan sisanya dari Keuskupan Malang. Meskipun berasal dari tempat yang berbeda dan usia yang beragam, justru menjadi kekayaan tersendiri. "Ada yang sebaya, ada yang merasa adik, bahkan ada yang merasa seperti hidup dengan pamannya, karena selisih usia yang cukup jauh," ujarnya tersenyum.
Menurut Romo Luis, upacara penerimaan jubah merupakan bentuk penegasan bahwa masa pembinaan dalam TOR dan Seminari Tinggi adalah proses transformasi yang mempersiapkan para frater agar layak menerima Tahbisan Imamat. "Dari pakaian adat kini mengenakan jubah, wajah mereka lebih cerah, dan ini menjadi peringatan untuk merawat panggilan," ungkapnya.
Romo Luis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Uskup Keuskupan Malang, serta keluarga besar Seminari Tinggi San Giovanni XXIII Malang. Ia juga menyebutkan nama imam yang hadir, diantaranya Romo Petrus Prihatin, Romo Awan, Romo Tri Wardoyo, Romo Fritz, Romo Puput, Romo Geru, dan Romo Trio. Di akhir sambutannya Romo Luis juga mengakhirinya dengan sebait pantun:
Berburu lebah saat jam tidur,
Ketahuan rektor kena hukum.
Menerima jubah hati bersyukur,
Tak pernah kendor mengabdi Tuhan.
Usai Misa, Uskup dan para imam berfoto bersama para frater penerima
jubah, dilanjutkan ramah tamah di Taman PSE.
Penulis: Fr. Fransesco Agnes Ranubaya, Pr.
Editor: Dionisius Agus Puguh
0 Komentar:
Posting Komentar